Sabtu, 19 Mei 2012

Dear Diary part I


DEAR DIARY
                            
Gadis itu melangkah pelan-pelan menuruni tangga, setelah mendengar bunyi bel dari depan rumahnya. Dengan  kunci yang dibawanya, ia pun membuka gerbang rumahnya tersebut. Paras cantik itu sedikit terkejut mendapati sosok pemuda, yang tengah berdiri di hadapannya ini. Rambutnya kusut tak beraturan, wajahnya muram dan matanya suram, menyiratkan jejak-jejak kesedihan. Di tangannya tampak tergenggam sebuah buku, seperti diary.
“Ayra....” sapa pemuda itu pelan, suaranya bergetar.
“Hai, Kak Yaska.....” balas Ayra riang. Gadis itu sadar, bahwa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk bertanya pada pemuda ini.
“Eh.. masuk yuk! Nggak enak kalau dilihat tetangga” ajak Ayra. Mereka berjalan menuju kursi tamu di teras rumah. “Duduk, Kak!” suruhnya pada Yaska.
Thanks, Ra” sahut Yaska.
“Ehm... dimana ya, Kakakku yang selalu rapi dan wangi itu? Kok jadi buluk gini sih? ” canda Ayra, mencairkan suasana.
“Ya gini deh, Ra. Kakak banyak pikiran sih!” Yaska balas tersenyum, beban berat di pundaknya terasa sedikit lebih ringan sekarang. Ada rasa lega, karena Ayra tidak menanyakan keadaan kakak perempuannya.
 “Kamu ingat pulang juga to, Ra? Udah tiga tahun sekolah di Australia, pulang-pulang nggak ngasih kabar” lanjut Yaska.
 “Maaf deh, Kak! Aku kan baru sampai kemarin siang, jadi belum sempat kasih kabar” terang Ayra.
“Iya, Kakak maafin, Ra. Trus Om dan Tante mana?”
 “Masih di Australia, Kak! Mungkin baru besok mereka sampai Indonesia. By the way, Kakak ada keperluan apa kesini?” tanya Ayra penasaran.
Yaska sesaat terdiam. Wajahnya sedikit menegang. Sesosok wajah kembali terbayang di benaknya.
“Kak...?” panggil Ayra lagi, menyadarkan lamunan Yaska.
Perlahan Yaska menunjukkan buku yang dibawanya, dia berkata “Ini diary milik Vasya!” Ayra melongo, heran.
Lho kok bisa dibawa Kak Yaska sih?”
“Aku nggak tahu. Baru tadi pagi aku nemuin diary ini di kotak posku!”
Ayra sejenak tersenyum, “Itu berarti Kak Vasya ingin agar Kak Yaska membaca tulisan-tulisannya di diary ini” ujar gadis berumur 14 tahun itu. Yaska diam lagi.
“Tapi  untuk apa, Ra?”
“Aku nggak tahu pastinya, Kak! Mungkin aja Kak Vasya ingin agar Kak Yaska mengetahui sesuatu dari buku ini” jawab Ayra ringan.
Yaska sedikit ragu. Namun tak lama kemudian, ia pun mulai membuka diary tersebut.
“Tak pernah lagi kutemukan cahaya dalam hidupku, yang ada dan tersisa hanyalah kegelapan....” kalimat itu tertulis di halaman pertama diary Vasya. Mereka sejenak berpandangan.
“Kak, kita harus baca diary ini” ucap Ayra tegas.
Yaska mengangguk setuju. Tangannya perlahan mulai membalik halaman diary bersampul hitam tersebut. Tiba-tiba diary itu mengeluarkan cahaya terang. Yaska terbelalak kaget. Ayra menjerit tertahan. Tanpa bisa melawan cahaya itu menyedot mereka ke dalam buku. Membawa mereka ke masa lalu.
---*---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar